--> Skip to main content

Hubungan Baginda Nabi dengan Raja Mesir, Begitu Mesra

Pada awal penyebaran Islam. Yang menjadi utusan pengislaman Raja Mesir waktu itu; Juraij bin Mina al-Muqawqis, adalah Sahabat Hathib bin Balta’ah Radhiyyalahu Anhu sang ahli negoisasi. Saking cerdasnya merayu konsumen, para karib dagangnya, memberi sindiran pada pedagang lain kala jualannya merugi: “Inilah akibat jualan kalau tidak ada Hathib!”
Beliau Sahabat Hathib mengisahkan perjalanan penyampaian surat dari Rasulullah Shallallahu ‘Alayhiu Wasallama:
Ketika Rasulullah SAW. mengutusku pada al-Muqawqis. Setelah sampai disana, dia menerimaku di istananya dan menginapkanku beberapa malam. Kemudian, ada utusan memintaku untuk berbincang dengannya:
“Aku ingin berbincang denganmu, yang semoga kau bisa memahamkanku” katanya.
“Silahkan” jawabku.
“Apakah sahabatmu itu (Yakni Baginda Nabi Muhammad SAW.) benar-benar Nabi?”
“Iya.”
“Ia benar-benar utusan Allah?”
“Betul. Beliau adalah utusan Allah.”
“Bagaimana bisa?! Kalau memang dia benar-benar utusan Allah pada kaumnya. Kenapa tidak mendoakan adzab ketika mereka mengeluarkan dari negaranya? (Yakni Mekkah)”
Lalu, ganti aku yang bertanya pada al-Muqawqis:
“Isa putra Maryam, apakah kau meyakini ia adalah utusan Allah?”
“Begitulah”
“Nah! Bagaimana bisa Beliau tidak mendoakan agar Allah menghancur-leburkan kaumnya, ketika mereka menangkap dan hendak menyalibnya?! Namun malah memilih agar Allah mengangkatnya ke langit dunia?!”
“Bagus, engkau adalah orang bijaksana” jawabnya singkat.
----
Apakah al-Muqawqis setelah itu masuk Islam?! Terjadi perbedaan antar para ulama: Syaikh Ibnu Mandah dan Syaikh Abu Nuaim (Pengarang kitab Hilyatul Auliya) menggolongkannya sebagai Sahabat Rasulullah (berarti masuk Islam). Namun yang lainnya mengatakan: al-Muqawqis wafat dalam kenasraniannya.
Yang jelas, para ulama sepakat, bahwa hubungan antara Baginda Nabi Shallallahu Alayhi Wasallama dengan Raja Mesir itu, begitu mesra. Selain hadiah yang saya sebutkan kemarin, yakni: Kuda dinamai az-Zaaz, Bighal berjuluk Duldul, dan budak bernama Maabuur. Raja al-Muqawqis juga memberi hadiah bejana indah dari kaca yang Baginda Nabi senang meminum air dengannya, pakaian putih bahan katun halus khas suku Qibthi, selendang sutra halus bersulam indah, kerajinan khas mereka, seribu mistqal emas (1 Mistqol versi imam Syafi'i, Ahmad bin Hanbal dan Maliki = 3,879 gram. Versi Imam Abu Hanifah = 5,388 gram) dan madu asli daerah mereka. Bahkan, Baginda Nabi SAW. takjub dengan madu itu dan mendoakan berkah madu lezat tersebut.
(Dikutip dari Hayatul Hayawan Kubranya Imam Daamiri bab Al-Muqawqis dengan penyesuaian bahasa.)
Wallahu A’lam bis-Shawaab.

Penulis; Robert Azmi
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar